Laman

10 Jun 2011

Sebuah Stasiun Radion Menolak Memutar Lagu INDONESIA RAYA

TEMPO Interaktif, Jakarta - Radio komunitas Ibnul Qoyyim Balikpapan, Kalimantan Timur, menolak memutar lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Alasannya, pemutaran lagu tidak sesuai dengan syariat Islam.

Penolakan pemutaran lagu kebangsaan itu diketahui ketika Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan evaluasi di Balikpapan. "Ada dua yang tidak memutar lagu kebangsaan, satu radio dan satu televisi," kata anggota KPI, Iswandi Syaputra, saat dihubungi Tempo, Kamis, 9 Juni 2011.

Setelah ditanya, menurut Iswandi, pihak stasiun televisi mengaku abai dan lupa. Ini berbeda dengan alasan yang dikemukan pihak radio. Kepada KPI, manajemen radio secara terang-terangan mengatakan pemutaran lagu Indonesia Raya atau musik bertentangan dengan syariat Islam. Mereka hanya mau jika lagu itu dibacakan syairnya.
Menurut Iswandi, ketentuan pemutaran lagu kebangsaan Indonesia Raya tercantum di pasal 45 Pedoman Perilaku Penyiaran KPI. Isinya, mewajibkan lembaga siaran membuka dan menutup siaran dengan lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Iswandi mengaku prihatin dengan hasil evaluasi KPI ini. "Ada gejala lembaga penyiaran sudah melupakan lagu Indonesia Raya, ini fakta empirik," katanya. Menurutnya, ini merupakan ancaman serius terhadap nasionalisme.

Saat berdialog dengan pihak radio Ibnul Qoyyim, akhirnya pihak manajemen mau memutar lagu kebangsaan Indonesia Raya serta mengaku tunduk terhadap pemerintahan yang sah.

Dari dialog, mereka juga memutuskan untuk melakukan siaran 24 jam dari biasanya hanya 6-8 jam sehari. Jika siaran dilakukan 24 jam, maka tidak akan ada pembukaan dan penutupan siaran, yaitu kondisi yang mewajibkan mereka memutar lagu Kebangsaan. Ini merupakan cara agar mereka terhindar dari kewajiban memutar lagu kebangsaan.

KPI meminta radio Ibnul Qoyyim melakukan komitmennya untuk melakukan siaran 24 jam. Jika nantinya mereka kedapatan tidak melakukan siaran 24 jam dan tidak memutar lagu kebangsaan, KPI akan merekomendasikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk mencabut izin siarannya.

Sumber: TEMPOInteraktif
Pandanganku: Lagi-lagi sebuah pandangan radikal yang mengikis nilai nasionalisme, mengapa kita harus mengaitkan nasionalisme dengan pandangan beragama secara berlebihan. Untuk hal yang seperti ini sebaiknya departemen yang berwenang melakukan pendekatan secara lebih mendalam agar pola pandang ini tidak terus berkembang dan makin menyurutkan nilai nasionalisme. Mungkin hal seperti ini terlihat sepele tapi jika berkelanjutan akan tidak mungkin masyarakat dan kaum muda secara perlahan namun pasti menjadi kumpulan orang-orang dengan pemikiran dan sudut pandang nasionalisme yang sangat tipis yang pada giliran nya akan mempermudah perbudakan asing terhadap bangsa kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar