Laman

7 Jun 2011

Kamil, Juara Olimpiade Geologi yang Ditolak PTN


Jakarta - Menjadi juara olimpiade geologi tingkat internasional, ternyata tidak menjamin lulusan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia, Serpong, ini mulus meneruskan pendidikannya. Kamil Ismail ditolak untuk mengikuti SMPTN jalur undangan (dulu PMDK) oleh sejumlah PTN di Indonesia.

Mengapa peraih medali perak di International Earth Science Olympiad 2010 itu ditolak? Penyebabnya adalah sebuah aturan ranking.
Humas MAN Insan Cendekia Serpong, Deni Samsudin, bercerita, Kamil tidak bisa mengikuti jalur undangan itu karena prestasi akademik Kamil tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.

"Kuota di PTN mensyaratkan 75 persen ranking terbaik untuk jalur undangan. Nah Kamil ini berdasarkan ranking akademik tidak termasuk ranking di kelasnya," cerita Deni Samsudin saat berbincang dengan detikcom, Selasa (7/5/2011).

Meski tidak masuk ranking, kata Deni, Kamil tentu saja bukan siswa kurang pintar. Nilai-nilai Kamil sempat merosot karena anak pedagang pisang goreng di Ciawi, Jawa Barat, itu sibuk mengikuti pelatihan untuk persiapan olimpiade geologi, baik di UGM maupun ITB.

"Meski nggak ranking tapi nilainya dia tetap bagus, karena di sekolah kami itu kan kumpulan anak-anak pintar. Jadi nilainya mungkin saja lebih unggul dari anak-anak dari sekolah lain yang mendapat ranking bagus," kata Deni.

Pihak sekolah sebenarnya sudah mengusahakan agar Kamil, yang telah mengharumkan nama bangsa, mendapat 'kekhususan'. Namun usaha itu akhirnya mentok karena seluruh perguruan tinggi yang didatangi oleh sekolah tetap bersikukuh pada aturan yang ada.

"Mereka tetap bilang kalau aturannya memang seperti itu, mereka, para PTN itu malah meminta sekolah untuk mengubah ranking Kamil agar bisa memenuhi syarat. Namun tentu saja itu tidak dapat dilakukan karena itu akan menzalimi anak lain kan?" ujar Deni.

Karena berbagai ikthiar sudah dicoba dan sia-sia, mau tidak mau, Kamil harus menempuh SMPTN jalur reguler. Kamil harus 'berebut' dengan ratusan ribu siswa lulusan SLTA lainnya untuk mendapatkan satu bangku kuliah.

Menurut Deni, sebenarnya bukan masalah bagi Kamil untuk menempuh jalur reguler itu. Biasanya, siswa lulusan MAN Insan Cendekia Serpong berhasil lolos masuk ke perguruan tinggi karena memang mereka siswa-siswi terpilih.

"Seperti lulusan lainnya, Kamil juga ingin melanjutkan kuliah meski orang tuanya termasuk tidak mampu. Dia ingin bisa kuliah di Fakultas Geologi salah satu PTN di Indonesia," kata Deni.

Namun Deni sangat menyayangkan mengapa tidak ada kemudahan sedikit pun untuk siswa berprestasi seperti Kamil untuk meneruskan pendidikan dengan mudah. Deni berharap, ke depan, pemerintah dapat mengakomodir siswa-siswi yang telah berjuang untuk Indonesia.

"Kita sangat sayangkan mengapa tidak ada pintu untuk anak-anak seperti Kamil ini. Kita harap nanti ada, supaya ada penghargaan untuk anak-anak yang telah berjasa untuk bangsa ini," kata Deni.

Bisa jadi, bukan hanya Kamil yang mengalami nasib seperti ini. Di luar sana, mungkin banyak anak Indonesia yang pintar dan berprestasi namun bernasib kurang beruntung. Adakah yang bisa dilakukan Kemendiknas sebelum negeri tetangga "mencuri" mereka?

Sumber: detiknews

Pandanganku: 
Sungguh ironis nasib tiap individu berprestasi di Indonesia ini, sangat disayangkan tunas berprestasi ini harus terhalang hanya karena masalah perangking-an yang hanya berupa urutan angka 1 dst. Bukan keinginan pribadi dari sang tunas untuk berada pada ranking yang tak semesti nya, itu adalah imbas dari usaha keras nya dalam "mengharumkan" nama bangsa di dunia internasional. Apakah PTN-PTN yang kata mereka berperikemanusiaan sudah menutup mata untuk masa depan tunas bangsa? sangat disayangkan sekali. Seperti nya instansi pemerintah, media dan masyarakat lebih tertarik pada orang-orang "jenius" yang mampu menyanyikan lipsing atau bisa bernyanyi india. Dimanakah sang keadilan untuk orang kecil berprestasi tapi tak bisa bernyanyi seperti mereka yang dihargai dan disanjung media. Jangan salahkan tunas ini jika dia tumbuh di "kebun" tetangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar